Loading...

TKW Indonesia Dipancung di Arab Saudi




Adalah seorang perempuan tua asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01 Kelurahan Sukadarma Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi, janda yang yang bertekad mendapatkan bekal sebelum benar-benar renta tanpa banyak mrepotkan anak cucu, ia sudah biasa menafkahi 3 anaknya. Dia memiliki 3 orang anak, Een Nuraeni, Evi Kurniati, Irwan Setiawan, dan tujuh orang cucu. Nenek ini telah berangkat sebanyak dua kali sdan berangkat mencari nafkah ketiga kalinya pada September 2008. Pada saat keberangkatan ketiga kalinya, anak-anaknya menyarankan untuk tidak pergi. Namun sang nenek bersikeras berangkat dengan alasan mncari bekal di hari tua. Selama di penampungan sebelum terbang ke negara tujuan kerja, keluarganya 3 kali menengoknya. Seharusnya nenek sudah kadaluarsa karena sudah lewat umur. Dia lahir pada 7-7-1957, jadi harusnya saat berangkat usianya telah mencapai 51 tahun. Namun perusahaan sponsor PT Dasa Graha Utama yang berkantor di Jalan Persatuan Guru Nomor 28 Gambir Jakarta, mengubahnya menjadi 12-7-1968. Otomatis usianya menjadi 40 tahun dan lolos persyaratan umur.

Tibalah dia di tanah petrodollar, dia bekera pada seorang majikan perempuan bernama Khairiya binti Hamid Mijlid. Pada awalnya kontrak kerja sang nenek dijanjikan akan dipekerjakan pada keluarga Umar untuk mengurus perempuan tua. Ternyata, Ruyati dipekerjakan pada adik Umar, seorang janda. Di rumah adik Umar itu, Ruyati tidak hanya mengurus nenek (ibu Umar), tapi juga harus mengurus 2 balita. Si nenek TKW ini pun tidak ketinggalan menjalin komunikasi dengan keluarganya di tanah air tiap dua bulan sekali. Terakhir dia telepon putri sulungnya pada akhir Desember 2010, saat malam tahun baru dan menyampaikan bahwa dia hendak mengirim uang. Sebelumnya di telah mengirim uang sebanyak dua kali dengan jumlah 9 bulan gajinya. Namun sang nenek tidak pernah mengeluh atau menceritakan bagaimana perlakuan majikannya terhadap dirinya. Justru sejawat nenek yang sama-sama merantau di Arab Saudi yang menceritakan kepada si putri nenek bahwa sang nenek sering mendapat perlakuan tidak manusiawi, sering dilempar dengan sandal, mendera kelaparan karena karena tidak dikasih makan atau buka meski dalam kondisi puasa, dan pernah 7 bulan gaji tidak dibayar. Terakhir nenek didorong majikan hingga jatuh dan patah kaki. Empat belas hari kemudian setelah telepon terakhir. Putri nenek mendapat telepon dari sejawat nenek di sana bahwa sang nenek tersangkut kasus pembunuhan. Pembunuhan terjadi pada 10 Januari 2011 dengan membacok dan menusuk leher majikan dengan pisau dapur. Hingga akhirnya perjuangan dan harapan sang nenek berakhir ditangan algojo pancung di Mekah pada tanggal 18 Juni. Sang nenek itu adalah Ruyati binti Satubi, sang buruh pahlawan devisa.

Namun kematiannya menyisakan kisah tragis betapa lemahnya perlindungan buruh migran di sektor informal atau pembantu rumah tangga. Perhatian pemerintah pun sangat kurang, terbukti dengan tidak tahunya pemerintah tentang rencana eksekusi Ruyati. Sebelumnya pihak keluarga sudah proaktif mendatangi kantor Kemenlu namun terakhir hanya dapat informasi bahwa akan ada sidang –sidang pengadilan lagi sekitar bulan Mei-Juni. Eh tak tahu malah tiba-tiba datang berita Ruyati telah dieksekusi dan yang memberi kabar pertama malahan LSM Migrant Care yang aktif memberi pendampingan dan advokasi buruh migran di Indonesia. Meski umhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berkilah bahwa Konsulat Jenderal RI di Jeddah sebelumnya telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati, yakni dengan meminta lembaga pemaafan (lajnatul afwu) untuk membebaskan Ruyati dari hukuman mati.


Masalah yang tidak bisa terselesaikan presiden dari masa Soeharto hingga SBY, baik presidennya laki-laki maupun perempuan. Kasus Ruyati selalu mengulang-ngulang kasus –kasus sebelumnya tiada putus seperti kasus Sumiati dan kasus Siti Hajar meski semua pihak baik LSM dan pemerintah serta DPR selalu berkata pada saat satu kasus mencuat dengan kalimat khas: semoga ini menjadi kejadian terakhir. Di Malaysia saja ada 7000-an TKI yang mendekam di dalam penjara dan 177 diantaranya terancam hukuman mati. Sedangkan di arab Saudi masih ada 23 TKI yang mengantre dieksekusi. Padahal presiden SBY dengan bangganya berpidato di sidang ILO di Jenewa tentang program pemerintah RI dalam menyelesaikan permasalahan perburuhan. Saya tidak setuju dengan pendapat Jumhur Hidayat agar dipisahkan pidato SBY dengan kasus eksekusi Ruyati. Padahal kasus Ruyati sebenarnyaq merupakan gunung es dari permasalahan buruh migran yang pasti kedepan akan menciptakan Ruyati baru, Sumiati baru, Siti hajar baru, dan seterusnya. Sebuah kegagalan program yang digembar-gemborkan di sidang ILO yang mendapat standing ovation dari peserta sidang. Beda dengan kisah pahlawan devisa Filipina sampai-sampai Presiden Arroyo datang ke Kuwait untuk membela PRT yang mendapay siksaan dari majikannya. Sekali lagi kami minta bukti bukan janji!

Leave a Reply

Other News:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...